Rabu, 20 Januari 2010

Diposting oleh praz't blog


Perkembangan perbankan syariah di Indonesia hari ini menunjukkan sebuah signifikansi yang luar biasa, meskipun masih terdapat beberapa kendala yang perlu segera diselesaikan. Salah satu kendala dari pengembangan perbankan syariah tersebut adalah kurang perhatiannya pemerintah terhadap perbankan syariah lewat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam hal ini, keseriusan pemerintah terhadap perbankan syariah masih dipertanyakan. Terlebih lagi, sangat minimnya sosialisasi kepada masyarakat tentang produk-produk perbankan syariah menjadi kendala yang sampai hari ini pun masih belum mamp diselesaikan. Namun sebenarnya problem tersebut dapat segera diatasi oleh pemerintah jikalau memang pemerintah memang benar-benar serius ingin mengembangkan perbankan syariah. Perubahan sistemik dan paradigmatik via jalur kebijakan politik dari pemerintah menjadi jalur yang paling efektif dilakukan karena memang pressure pemerintah lewat jalan tersebut sangat kuat.

Sebelum membahas problematika yang terjadi dalam pengembangan bank syariah, terlebih dahulu perlu dilihat pendekatan yang mempengaruhi pola pengembangan produk bank syariah. Pendekatan ini membentuk paradigma yang akhirnya memberi arah bagi perkembangan produk itu. Ketika pendekatan ini tidak satu dan berbeda, tetapi memerlukan suatu penetapan keputusan (decision making), maka yang terjadi adalah tarik menarik kepentingan, seberapapun kecilnya. Misalnya, jika kemungkinan trade-off itu akan terjadi antara kepentingan nasabah dengan bank, maka secara intuitif kepentingan bank lebih dahulu dilindungi, mengingat yang membuat produk ini adalah orang bank itu sendiri.

Pergumulan pendekatan yang sekarang masih berlanjut adalah antara metode “akomodatif” dengan “asimilatif.” Metode akomodatif menekankan cara-cara pragmatis dalam pengembangan bank syariah. Metode ini berangkat dari asumsi bahwa saat ini tidak ada satupun situasi ideal bagi bank syariah untuk melaksanakan secara murni apa yang terdapat dalam syariah. Karena itu bank syariah adalah bank konvensional yang “disyariahkan” dalam segala operasionalnya, baik produknya maupun transaksinya.

Metode ini mengambil dasarnya dari kaidah ushul fiqih: “Segala sesuatu dalam muamalah dibolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Akibatnya tidak mengherankan jika kemudian yang muncul ke permukaan adalah bank syariah yang produknya merupakan “copy paste” produk konvensional dengan perubahan sedikit disana-sini. Misalnya, jika di bank konvensional ada “kredit modal kerja” maka di bank syariah ada “pembiayaan modal kerja” dengan spesifikasi yang nyaris tidak berbeda.

Jika terdapat bahwa produk syariah tidak dapat mengakomodir produk perbankan, maka menurut metode ini produk syariah, harus “direvisi” atau disesuaikan ke dalam produk perbankan. Maka tidak heran misalnya sampai saat ini banyak bank syariah tetap meminta jaminan dari nasabah ketika ia memberikan pembiayaan Mudharabah atau Musyarakah. Padahal hampir seluruh ulama sepakat bahwa apabila seseorang melakukan Mudharabah, pemilik modal/dana tidak boleh meminta jaminan dari pelaksana.

0 komentar:

Posting Komentar